21 Jun 2008

Nincak Wangsa




Sudah lupakan saja harapan yang di kau torehkan pada danau sagara anak di Rinjani sana. Muntahkan pula sejuta kata harapan yang diam diam menghanyutkanmu dalam lautan lepas. Mata angin delapan penjuru dunia menutup erat cengkaramanmu, entah sampai kapan aku terperosok dalam Lubang Hitam Kebudayaan yang penuh dengan tameng-tameng bau sayuran

busuk yang siap dimasak.



 

Sudah lupakan saja perayaan yang hanya terbayangkan dalam alam mimpi. Berteriakpun rasanya amat gagu ketika malaikat Rokib dan Atib akan mencatatkannya hitam dan putih. Maha dewa akan menghujamkan gardanya, menghempas pupuskan harapan.

Sudah lupakan sajalah tanda tangan yang kau toreh kan di puncak Mahameru tempat dimana seorang Gie meninggal dunia, disitupula semua angan dan harapan itu terkubur lebih dalam dari lukamu.

Sudah tinggalkan saja jejak kakimu di belatara pasir gunung Bromo, karena ketika kau melihat kebelakang jejak langkahmu sudah terhapuskan oleh angin dibawa ke delapan penjuru dunia yang tak pernah terbebas dan takan terbebas.

1 komentar:

ficktea mengatakan...

wah... bener dunia memang sedang menghakimi.sulit rasanya untuk menikmati hidup senang tanpa ada teknan emosi dan pikiran.tapi bagaimanapun hidup di dunia ini harus dinikmati